Di dalam ruangan itu terlihat sunyi beberapa dari mereka
tidak sanggup melihat dua orang suami istri terbujur kaku, sedangkan di
sampingnya terdapat anak yang masih berusia 11 tahun yang sedang menangisi ke
dua orang tuanya, karena merasa kasihan aku meminta izin suamiku untuk
menemuinya,
setelah mendapat izin aku lalu
menghampiri anak tersebut berharap dapat menenangkan hati anak tersebut, “Al..”
panggilku pelan sambil duduk di sampingnya, “sudah jangan nagis lagi, biarkan
kedua orang tuamu beristirahat” Anak itu tetap menangis, beberapa detik dia
memandangku dan tidak lama kemudian dia langsung memelukku dengan air mata yang
bergelinang,
“tante, hiks…hiks… Aldi ga mau
sendirian, Aldi mau mama, papa…” dengan penuh rasa kasih sayang aku mengelus
punggungnya berharap dapat meringankan bebannya, “tante… bangunin mama,”katanya
sambil memukul pundakku, aku semakin tak kuasa mendengar tangisnya, sehingga
air matakupun ikut jatuh,
“Aldi, jangan sedih lagi ya? Hhmm…
kan masih ada tante sama om,” aku melihat ke belakang ke arah suamiku sambil
memberikan kode, suami ku mengangguk bertanda dia setuju dengan usulku, “mulai
sekarang Aldi boleh tinggal bersama tante dan om, gi mana?” tawarku sambil
memeluk erat kepalahnya, Sebelum lebih jauh mohon izinkan aku untuk
memperkenalkan diri, namaku Lisa usia 25 tahun aku menikah di usia muda karena
kedua orang tuaku yang menginginkannya, kehidupan keluargaku sangaatlah baik,
baik itu dari segi ekonomi maupun
dari segi hubungan intim, tetapi seperti pepata yang mengatakan tidak ada
gading yang tak retak, begitu juga dengan hidupku walaupun aku memiliki suami
yang sangat mencintaiku tetapi selama 4 tahun kami menikah kami belum juga
dikaruniai seorang anak sehingga kehidupan keluarga kami terasa ada yang
kurang,
tetapi untungnya aku memiki seorang
suami yang tidak perna mengeluh karena tidak bisanya aku memberikan anak
untuknya untuk membalas budi baik kakakku, aku dan suamiku memutuskan untuk
merawat anaknya Aldi karena kami pikir apa salah menganggap Aldi sebagai anak
sendiri dari pada aku dan suamiku harus mengangkat anak dari orang lain,
Sudah satu minggu Aldi tinggal
bersama kami, perlahan ia mulai terbiasa dengan kehidupannya yang baru, aku dan
suamiku juga meresa sangat senang sekali karena semenjak kehadirannya kehidupan
kami menjadi lebih berwarna, suamiku semakin bersemangat saat bekerja dan
sedangkan aku kini memiliki kesibukan baru yaitu merawat Aldi,
“Bi…. tolong ambilin tasnya Aldi dong
di kamar saya,” kataku memanggil bi Mar Hari ini adalah hari pertama Aldi
bersekolah sehingga aku sangat bersemangat sekali, setelah semuanya sudah beres
aku meminta pak Rojak untuk mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang baru, beberapa
saat Aldi terseyum ke arahku sebelum dia berangkat ke sekolah.
Seperti pada umumnya ibu rumah
tangga, aku berencana menyiapkan makanan yang special untuk Aldi sehingga aku
memutuskan untuk memasak sesuatu di dapur, tetapi saat aku melangkah ke dapur
tiba-tiba kakiku terasa kaku saat melihat kehadiran pak Isa yang sedang
melakukan hubungan intim dengan mba Ani, mereka yang tidak menyadari kehadiranku
masih asyik dengan permainan mereka, “Hmm… APA-APAAN INI?” bentakku ke pada
mereka, mendengar suaraku mereka terlihat tanpak kaget melihat ke hadiranku,
“kalian benar-benar tidak bermoral,
memalukan sekali!” Mereka tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian
mereka masing-masing, beberapa saat aku melihat penis pak Isa yang terlihat
masih sangat tegang, sebenarnya aku sangat terkejut melihat ukuran penis pak
Isa yang besar dan berurat, berbeda sekali dengan suamiku,
“maafin kami Bu,” kini Ani membuka
mulutnya, sedangkan pak Isa masih terdiam, “Maaf… kamu benar-benar wanita
murahan, kamu tahu kan pak Isa itu sudah punya istri kenapa kamu masih juga
menggoda pak Isa, kamu itu cantik kenapa tidak mencari yang sebaya denganmu?”
emosiku semakin memuncak saat mengingat bi Mar istri dari pak Isa,
“saya tidak menyangka ternyata anda
yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa teganya
anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali aku menggelengkan
kepalahku, sambil menunjuk ke arahnya, “maaf Bu ini semua salah saya, jangan
salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani,
“mulai sekarang kalian saya PECAT,
dan jangan perna menyentuh ataupun menginjak rumah ini, KELUAR KALIAN SEMUA!!”
bentakku Mendengar perkataanku Ani terlihat pucat tidak menyangkah kalau
kelakuan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat
tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyum sinis, “he..he… Ibu yakin
dengan keputusan Ibu,” pak Isa tertawa mendengar perkataanku, perlahan pak Isa
mendekatiku,
“jangan perna main-main dengan saya
Bu,” ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedua tanganku, “apa-apaan
ini lepaskan saya, atau saya akan berteriak,” aku mencoba mengancam balik
mereka yang sedang mencoba mengikat kedua tanganku, “teriak saja Bu, tidak akan
ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantu pak Isa mengikat kedua
tanganku,
Apa yang di katakan Ani ada benarnya
juga, tetapi walaupun begitu aku tidak mau menyerah begitu saja dengan susah
paya aku berusaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagaku kalah besar dari
mereka berdua, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat mengikuti mereka saat
membawaku ke dalam kamar pak Isa.
Sesampai di kamar aku di tidurkan di
atas kasur yang tipis, sedangkan Ani mengambil sebuah Hp dan ternyata Hp itu di
gunakan untuk merekamku, sehingga kehawatiranku semakin menjadi-jadi. “kalian
biadab, tidak tau terimakasih ****** kalian!” air mataku tidak dapat kubendung
lagi saat jari-jemari pak Isa mulai merabahi pahaku yang putih, “ja-jangan, mau
apa kalian lepaskan saya ku mohon jangan ganggu saya,” kataku di sela-sela isak
tangis,
“siapa suruh ikut campur urusan saya,
he…he… maaf bu ternyata hari ini adalah hari keberuntungan saya, dan hari yang
sial bagi Ibu,” semakin lama aku merasa tangannya semakin dalam memasuki
dasterku, “tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabul juga,”” sambungnya
sambil meremasi paha bagian dalamku, “makanya Bu jangan suka ikut campur urusan
orang,” kini giliran Ani yang menceramahiku,
“ya, saya ngaku salah tolong lepasin
saya,” kini aku hanya dapat memohon agar mereka sedikit iba melihatku, tetapi
sayangnya apa yang kuharapkan tidak terjadi, pak Isa tanpa semakin buas
memainkan diriku Aku hanya dapat melihat pasrah saat dasterku terlepas dari
tubuhku, kedua payudaraku yang memang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi dapat
dia nikmati, jari-jarinya yang kasar mulai memainkan selangkanganku,
“sslluupss…sslluuppss… hhmm…. ayo Bu
puaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengulum payudaraku beberapa kali lidahnya
menyapu putting susuku yang mulai mengeras, “ko’ memiawnya basah bu, he…he…”
memang harus diakui, tubuhku tidak dapat membohonginya walaupun bibirku berkata
tidak,
“wa…wa… Ibukan sudah punya suami ko’
masih juga menggoda laki orang lain, ga malu ya Bu,” Ani melotottiku seolah-olah
ingin membalas perkataanku tadi, “dasar wanita munafik, sekarang Ibu tau kan
kenapa saya menyukai pak Isa,”bentak Ani kepadaku, sehingga membuat hatiku
terasa amat sakit mendengarnya, “aahhkk… pak, hhmm…. pak sudah jangan di
terusin…” kataku dengan kaki yang tidak dapat diam saat jarinya menyelusup
kedalam vaginaku yang sudah banjir, perlahan kurasakan jari telunjuknya
menyelusuri belahan vaginaku,
“oo… enak ya? he…he…” pa Isa tertawa
melihatku yang sudah semakin terangsang, leherku terasa basah saat lidah pak
Isa menjilati leherku yang jenjang, Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik
celana dalamku, sehingga vaginaku yang tidak di tumbuhi rambut sehelaipun
terlihat olehnya, aku memang sangat rajin mencukur rambut vaginaku agar
terlihat lebih bersi dan seksi.
Ani berjongkok di sela-sela kakiku,
kamera Hp di arahkan persis di depan vaginaku yang kini sudah tidak ditutupi
oleh sehelai kain, tanpa memikirkan perasaanku pak Isa membuka bibir vaginaku
sehingga bagian dalam vaginaku dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali
jari telunjuk pak Isa menggesek clitorisku, “ohk pak plisss.. jangan…? saya
malu…” aku merasa sangat malu sekali di perlakukan seperti itu, baru kali ini
aku bertelanjang di depan orang lain bukan suamiku sendiri,
“Ha…ha… malu kenapa Bu? ****** aja
tidak malu ga pake baju masa ibu malu si…” katanya yang semakin merendahkan
derajatku, setelah puas mempertontonkan vaginaku di depan kamera, pak Isa
bertukar posisi dengan Ani untuk memegangi kakiku sedangkan pak Isa berjongkok
tepat di bawa vaginaku, Dengan sangat lembut pak Isa menciumi pahaku kiri dan
kanan secara bergantian, semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentuh
pinggiran vaginaku,
“aahkk… sudah pak, rasanya sangat
geli hhmm…” aku berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua kakiku tetapi usahaku
sia-sia saja, dengan sangat rakus pak Isa menjilati vaginaku yang berwarna
pink, sedangkan Ani tanpa puas melihat ke adaanku yang tak berdaya, “nikmatin
aja Bu, he..he.. saya dulu sama seperti ibu selalu menolak tapi ujung-ujungnya
malah ketagihan” kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakiku,
Semakin lama aku semakin tidak tahan,
tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti di aliri listrik dengan tegangan yang
tinggi, kalau seandainya Ani tidak memegang kakiku dengan sangat erat mungkin
saat ini wajah pak Isa sudah menerima tendanganku, mataku terbelalak saat
orgasme melandah tubuhku dengan sangat hebat, cairan vaginaku meleleh keluar
dari dalam vaginaku, sehingga tubuhku terasa lemas,
“ha…ha… bagaimana Bu, mau yang lebih
enak….” pak Isa tertawa puas, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku karena aku
sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan suara dari mulutku, perlahan pak Isa
berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan vaginaku, “aahkk… sakit…”
aku memikik saat kepala penisnya menerobos liang vaginaku, “uuhk… hhmm…
pelan-pelan pak…” pintaku sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat
sangat di vaginaku karena ukuran penis pak Isa jauh lebih besar dari penis
suamiku,
“tahan Bu, bentar lagi juga enak ko’
“ kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tanganku, setelah ikatanku terlepas
Ani kembali merekam adegan panas yang kulakukan, Dengan sangat cepat pak Isa
menyodok vaginaku sehingga terdengar suara “plokkss….ploskkss…” saat penisnya
mentok ke dalam vaginaku yang mungil,
“aahhkk… aahhkk… aaahh… oooo…”semakin
cepat sodokannya suaraku semakin lantang terdengar, “oh yeeaa… enak Bu, hhmm…
ternyata memiaw Ibu masih sempit sekali walaupun sudah perna menikah,” katanya
memujiku, tetapi mendengar pujiannya aku tidak merasa bangga melainkan aku
meresa jijik terhadap diriku sendiri,
Aku merasa vaginaku seperti di masuki
benda yang sangat besar yang mencoba mengorek isi dalam vaginaku, rasanya
memang sangat sakit sekali tetapi di sisi lain aku merasa sangat menikamati
perkosaan rehadap diriku, selama ini aku belum perna merasakan hal seperti ini
dari suamiku sendiri, “ayo sayang, bilang kalau tongkol saya enak…” dengan
sangat kasar pak Isa meremasi kedua payudaraku, “ti-tidak…. ahk… hhmm…” aku di
buat merem melek olehnya,
“ha..ha.. kamu mau jujur atau tidak,
kalau tidak hhmm… saya akan adukan semua ini kepada suamimu, ha…ha…” katanya
mengancamku dengan tawa yang sangat menjijikan, “ja-jangan pak,” aku memohon ke
padanya, karena takut dengan ancamannya akhirnya aku menyerah juga “iya,
aahhkk… aku suka…” kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar, “APA… SAYA
TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang
telingaku terasa mau pecah mendengar teriakannya,
“IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SUKA SAMA
tongkol BAPAK….aahhk…uuhhkk!!” dengan sekuat tenaga aku berusaha tegar dan
berharap semuanya cepat berlalu, Setelah berapa menit kemudian tubuhku kembali
merasa tersengat oleh aliran listrik saat aku kembali mengalami orgasme yang ke
dua kalinya, Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik tubuhku sehingga aku
berposisi menungging, pantatku yang bulat dan padat menghadap dirinya,
“hhmm… indah sekali pantatmu sayang”
katanya sambil meremasi bongkahan pantatku, “pak, saya mohon cepat lakukan,”
“ha..ha.. kenapa Bu, sudah ga tahan” berkali-kali pantatku menerima pukulan
darinya, sebenarnya aku tidak menyangka dengan kata-kataku tadi bisa membuatku
semakin renda di mata mereka, sebenarnya aku hanya bermaksud agar semua
permainan ini segera berakhir tapi sayangnya pak Isa tidak menginginkan itu,
“tenang Bu, santai saja dulu?” Pak
Isa sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari kasarnya
menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vagianaku,
gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku semakin terlihat
membusung ke belakang, “ohhkk… pak, hhhmm….” ku pejamkan mataku saat jarinya
mulai menerobos lubang anusku, dengan gerakan yang sangat lembut jarinya keluar
masuk dari dalam anusku,
“ahhkk….ooo… ssstt…uuuuu… pak”
ternyata rintihanku membuat pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya, pak
Isa dengan rakusnya kembali menjilati vaginaku dari belakang sedangkan
jari-jarinya masih aktif mengocok anusku. Pada saat aku sangat terangsang
tiba-tiba kami mendengar suara ketukan yang kuyakini itu adalah pak Rojak yang
baru pulang dari mengantar Aldi,
“Pak Rojak tolongin saya…” kataku
berharap ia bisa membantuku untuk lepas dari pelecehan yang ku alami, dengan
santainya Ani membukakan pintu tanpa rasa takut kalau pak Rojak mengadukan
kejadian ini ke pada suamiku, pak Rojak tanpak kaget saat melihat keadaanku yang
sedang di gagahi oleh pak Isa, “pak, tolong ku mohon,” kataku memelas, “Wa…wa….
apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya dengan mata
yang tak henti-hentinya memandangi tubuh mulusku,
“Udah pak, jangan sok mau jadi
pahlawan kalau bapak mau embat aja, dia sudah menjadi budaknya saya,” pak Isa
mulai membujuk pak Rojak dan aku hanya bisa berharap pak Rojak tidak
memperdulikan tawaran pak Isa, “kenapa bengong? sini ikutan!” ajaknya lagi
“jangan pak saya mohon tolongin saya,” aku mengiba ke pada pak Rojak, tetapi
pak Isa tidak mau kalah kedua jarinya membuka bibir vaginaku, “bapak liat ni,
memiawnya sudah basa banget… wanita ini munafik” pak Rojak terdiam seperti ada
yang sedang di piirkannya,
“memiawnya masih sempit lo, apa lagi
anusnya kayaknya masih perawan,” bujuk pak Isa berharap pak Rojak mau bergabung
dengannya untuk menikmati tubuhku, Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat
vaginaku yang becek terpampang di depannya, “hhmm… oke lah tapi boolnya buat
saya ya, ” tubuhku semakin terasa lemas, kini aku sudah tidak tau harus meminta
tolong ke pada siapa lagi, perlahan pak Rojak mendekatiku,
“sekarang Ibu dudukin tongkol saya,
cepat…” perintah pa Isa sambil tidur telentang dengan penis yang mengancung ke
atas, dengan sangat pelan aku menuduki penis pak Isa, “eennnggkk…. “ aku
menggigit bibir bawahku saat kepala penis pak Isa kembali menembus vaginaku,
perlahan penis itu amblas ke dalam vaginaku, dengan sangat erat pak Isa memeluk
pinggangku agar tidak dapat bergerak,
Setelah melepas semua pakaian yang
ada di tubuhnya, pak Rojak mendekatiku dengan penis berada di depan anusku
beberapa kali pak rojak menamparkan penisnya ke pantatku, “pak sakit… aahhkk…
aahkk… ja-jangan pak saya belum pernah” aku berusaha melepaskan diri saat pak
Rojak mulai berusaha memasuki anusku, sempat beberapa kali ia gagal meembus
anusku yang memang masih perawan,
“ha…ha… ayo dong Pak, masak kalah
sama cewek si…” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol
anusku, pak rojak yang mendengar perkataan pak Isa menjadi lebih beringas dari
sebelumnya, “AAAAAA….” aku berteriak sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak
berhasil menerobos anusku, tanpa memberikan aku nafas ia menekan penisnya
semakin dalam,
“aahkk…. oohhkk… pak, hhmm…” aku
merintih ke sakitan saat pak Rojak mulai memaju mundurkan penisnya di dalam
anusku, “gi mana pak? Enak kan?” tanya pak Isa yang kini ikutan memaju
mundurkan penisnya di dalam vaginaku, “eehhkknngg… mantab pak, enak banget
he….he… hhmm….” semakin lama kedua pria tersebut semakin mempercepat tempo
permainan kami,
Sudah beberapa menit berlalu kedua
orang pria ini belum juga menunjukan kalau mereka ingin ejakulasi, sedangkan
diriku sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat sehingga tubuhku terasa
terguncang oleh orgasmeku sendiri. Setelah beberapa menit aku mengalami orgasme
tiba-tiba pak Isa menunjukan bahwa dia juga ingin mencapai klimaks. Dengan
sekuat tenaga pak Isa semakin menenggelamkan penisnya ke dalam vaginaku dalam
hitungan beberapa detik kurasakan cairan hangat membasahi rahimku,
“aahkk… enak…. hhmm…” gumamnya saat
menyemburkan sperma terakhirnya, setelah puas menodaiku pak Isa melepas
penisnya di dalam vaginaku begitu juga dengan pak Rojak yang melepaskan
penisnya di dalam anusku, “buka mulutmu cepetan,” perintah pak Rojak sambil
menarik wajahku agar menghadap ke arah penisnya yang terlihat berdeyut-deyut,
aku sangat kaget sekali saat pak
Rojak memuntahkan spermanya ke arah wajahku, sehingga wajahku ternodai oleh
sperma pak Rojak, Kini aku benar-benar sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun,
untuk mengangkat tubuhku saja terasa sangat berat sekali, sedangkan mereka
tanpa puas memandangku yang sedang berpose mengangkang di depan mereka karena
kedua kakiku kembali dipegangi Ani,
sperma yang tadi di muntahkan pak Isa
terasa mengalir keluar dari dalam vaginaku, ******** Aku duduk di atas sofa
sambil melihat anak angkatku Aldi yang sedang di temani suamiku belajar, wajah
mereka terlihat sangat cerah sekali bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah
kenapa tiba-tiba di pikiranku terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang
menimpa diriku,
semakin aku berusaha melupakannya
rasanya ingatan itu semakin menghantuiku, aku tidak bisa membayangkan kalau
sampai suamiku mengetahui kalau aku di perkosa oleh ketiga pembantuku sendiri,
“hhmm… gi mana Aldi sudah negerti belom” kataku sambil mengucek rambutnya yang
sedang sibuk menghitung soal yang di berikan suamiku,
“ya sudah kalau begitu mama bikinin
minuman dulu ya, buat kalian,” kataku yang di sambut dengan teriakan mereka
berdua, Baru satu langkah aku keluar dari kamar tiba-tiba pergelangan tanganku
terasa sakit saat pak Rojak menarik tanganku, “bapak apaan sih!?” bentakku
dengan suara yang sangat pelan, “ssstt… jangan berisik…” kata pak Rojak dengan
jari telunjuk di bibirnya, “nanti suami dan anak mu dengar, hhmm… bapak cuman
mau ini Bu,” katanya lagi sambil mencubit payudaraku, dengan sigap aku mundur
ke belakang,
“jangan main-main pak,” beberapa kali
aku memandang pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, tetapi pak Rojak tidak
kehabisan akal dia balik mengancamku dengan mengatakan akan membongkar semua
rahasiaku ke pada suamiku, sehingga nyaliku menjadi ciut, “oke, hhmm… kalau
begitu bapak ikut saya” kataku dengan suara yang bergetar, karena sudah tidak
tahu lagi harus melakukan apa, dia terseyum puas melihatku tak berdaya dengan
permintaanya,
“maaf Bu, saya inginnya di sini bukan
di tempat lain,” katanya dengan suara yang cukup jelas, setelah berkata seperti
itu pak Rojak langsung memelukku dengan erat sehingga aku sulit bernafas, “hhmm…
bauh tubuh ibu benar-benar menggoda saya,” perlahanku rasakan lidahnya menjulur
ke leherku “pak ku mohon, jangan di sini” pintaku ke padanya, Pak Rojak yang
mengerti kekhawatiranku langsung membalik tubuhku menghadap daun pintu kamarku
yang sedikit terbuka,
“Ibu bisa bayangkan kalau sampai
orang yang sedang di dalam kamar Ibu mengetahui apa yang sedang Ibu lakukan,”
ancamnya sambil menarik rambutku sehingga aku harus menutup mulutku dengan
telapak tanganku agar suara terikanku tidak terdengar oleh suami dan anakku,
“Pak ku mohon jangan di sini,” aku hanya bisa menurut saja saat pak Rojak
menyuruhku untuk menungging dengan tangan yang menyentuh lantai, sedangkan
wajahku menghadap ke celah pintu kamarku yang terbuka,
“tahan ya Bu,” katanya sambil menyingkap
dasterku, sehingga celana dalamku yang berwarna hitam terpampang di depan
matanya, dengan sangat kasar pak Rojak meremas kedua buah pantatku yang padat
sehingga aku tak tahan untuk tidak mendesah, “aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di
sini pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-kataku melainkan pak Rojak
semakin membuatku terangsang dengan mengelus belahan vaginaku dari belakang,
“kalau kamu tidak mau ketahuan jangan
bicara,” bentak pak Rojak sambil memukul pantatku “ta-tapi pak, oohhkk… aku ga
kuat,” kataku dengan suara yang sangat pelan, “ku mohon pak mengertilah,” Pak
Rojak seolah-olah tidak mau tahu, kini dengan rakusnya pak Rojak menjilati
vaginaku yang masih tertutup celana dalamku, sehingga aku merasa celana dalamku
tampak semakin basah oleh air liurnya.
Setelah puas menciumi vaginaku pak
Rojak memintaku untuk membuka celana dalamku sendiri masih dengan posisi
menungging. Sangat sulit bagiku untuk melepaskan celana dalamku dengan posisi
menungging belum lagi aku harus bekonsentrasi agar suaraku tidak keluar dengan
keras walaupun pada akhirnya aku berhasil menurunkan celana dalamku sampai ke
lutut, “hhuuu… mantab….” katanya sambil merabahi vaginaku dari belakang,
“kamu mau tahukan gimana rasanya
ngent*t di depan suamimu sendiri,” katanya lagi sambil menunjuk ke arah suamiku
yang sedang mengajari anaku Aldi, “pak, ja-jangan…” aku sangat takut sekali
kalau suamiku melihat ke arahku, tiba-tiba aku di kejutkan dengan jari telunjuk
pak Rojak yang langsung memasuki vaginaku sehingga aku terpekik cukup keras,
“sayang… ada apa?” kata suamiku dari
dalam, saat mendengar suaraku. “aahkk… tidak pa, cuman hhmm.. tadi ada tikus
lewat,” jawabku asal-asalan agar suamiku tidak curiga ke padaku, tetapi
untungnya suamiku tidak melihat ke arahku, dalam ke adaan terjepit seperti ini
pak Rojak masih asyik mempermainkan vaginaku dari belakang,
“ada tikus??” katanya lagi
seolah-olah tidak percaya, “apa perlu papa yang usir,” mendengar tawarannya
nafasku teras berhenti tetapi untungnya aku masih banyak akal, “aahhgg… ga usah
hhmm.. pa…” kataku terputus-putus menahan rasa nikmat yang di berikan pak Rojak
kepadaku, untungnya suamiku tidak curiga dengan suaraku, “asyikan Bu, ngobrol
dengan suami sambil di mainin memiawnya,” aku memandangnya dengan wajah yang
memerah karena nafsuku sudah di puncak,
“ko’ diam cepat ajak suami Ibu
ngobrol,” mendengar perkataanya aku langsung melotot ke arahnya, “Ibu mau kalau
suami Ibu tau apa yang sekarang Ibu lakuin,” mendengar ancamannya aku kembali
terdiam, Dengan sangat terpaksa aku kembali mengajak suamiku mengobrol,
walaupun di dalam hati aku merasa was-was takut kalau suamiku menyadari suaraku
yang berubah menjadi desahan,
“paaa… ma-mau minum apa?” tanyaku
yang kini sedang diperkosa oleh pak Rojak, tanpa kusadari pak Rojak sudah
memposisikan penisnya di depan ibir vaginaku sehingga beberapa kali aku
terpanjat saat pak rojak menghantamkan penisnya dengan sangat keras ke dalam
vaginaku, “terserah mama saja… papa sama Aldi ikut aja,”
“iya ma, apa aja asalkan enak,”
sambung Aldi, Waktu demi waktu telah berlalu sehingga sampai akhirnya sikapku
berubah menjadi sedikit liar dan mulai menyukai cara pak Rojak memperkosaku
walaupun pada awalnya hatiku terasa miris sekali di perlakukan seperti ini,
“aahk…. pak hhmm.. enak,” aku
melenggu panjang saat orgasme melandahku, kini perkosaan yang ku alami berganti
dengan perselingkuhanku dengan pembantuku, “ohhk… memiaw istri majikan ternyata
enak sekali, ahhkk…” katanya yang terus-terusan menggoyang penisnya di dalam
vaginaku, “pak… aahhkk… eehkk… aku, hhmm… ingin keluarrr, uuhhkk…” kali ini
suaraku terdengar sangat manja
Beberapa menit kemudian kami
mengerang bersamaan saat kenikmatan melanda kami berdua, setelah merasa puas
aku dan pak Rojak kembali merapikan pakaian kami masing-masing, sebelum pak
Rojak pergi meninggalkanku sempat terlihat seyumannya yang tersungging di
bibirnya. Setelah membuatkan minuman aku kembali ke kamarku menemui anak dan
suamiku, mereka terlihat tanpak senang sekali melihatku hadir dengan membawa
minuman dan makanan kecil,
“ini di minum dulu, nanti baru di
lanjutin lagi,” kataku sambil meletakan cangkir dan piring di atas meja kecil
yang di gunakan Aldi untuk belajar, “makasi mama…” kata Aldi yang langsung saja
menyambar minuman yang baru ku bikin, entah kenapa setiap kali melihat Aldi
hatiku terasa menjadi damai, dan semua masalah seperti terlupakan,
Aku merasa sedikit aneh, saat suamiku
memandangku dengan tatapan mencurigakan sehingga aku memberanikan diri untuk
bertanya ke padanya, “ada pa, ko memandang mama seperti itu” kataku sambil
mengupas jeruk untuk Aldi yang sedang menulis, suamiku mendekatkan mulutnya ke
telingaku,
“hhmm.. sayang ko’ kamu bau hhmm…
gitulah…” mendengar pertanyaannya jantungku terasa berhenti, “bau, bau apa pa?”
tanyaku untuk memastikan apa maksud dari pertanyaan suamiku, “kamu tadi ko’
lama ma,” kami terdiam beberapa saat, “mama abis dari kamar mandi ya, hhmmm…
papa jadi curiga ni,” katanya sambil tertawa memandangku, mendengar perkataanya
aku menjadi sedikit lega,
“Iya ni pa, abis kangen si…” kataku
manja sambil mencubit penis suamiku, Setelah yakin Aldi tertidur pulas, suamiku
mengjakku untuk melayaninya semalaman suntuk. Tubuhku memang terasa lelah
karena seharian harus mengalami orgasme, tetapi di sisi lain aku sangat senang
karena suamiku tidak mencurigai aku karena bau tubuhku seperti bau orang yang
habis bercinta.
Hampir tiap hari aku merengkuh
kenikmatan bersama para pembantuku, kenikmatan yang tidak aku dapatkan dari
suamiku yang membuat aku semakin liar. END
No comments:
Post a Comment